Home berita / ekologi / Keberlanjutan / lingkungan / politik

recalmaru , Bali - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk seruan moral, aksi kolektif, dan kesadaran bersama atas kondisi lingkungan global. Begitu juga dengan tema tahun ini, “Hentikan” Polusi Plastik , dipilih bukan sekadar slogan.

Tema tersebut mengingatkan tentang bentuk tanggung jawab kolektif dalam menghadapi ancaman utama terhadap bumi seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi, yang saling berkaitan satu sama lain. "Karena polusi plastik adalah bom waktu ekologis," kata Hanif saat ditemui dalam acara puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di kawasan Shelter Baruna, Pantai Kuta, Bali, Kamis, 5 Juni 2025.

Merujuk pada United Nations Environment Programme (UNEP)—lembaga di bawah PBB—Hanif menyebut bahwa masalah plastik ini menjadi hal serius untuk ditangani. Ia menyinggung hasil Konferensi Plastik INC tahun lalu yang belum membuahkan kesepakatan konkret. Hal ini, menurutnya, mendorong UNEP mengangkat isu plastik sebagai fokus utama.

“Plastik tidak dilarang dan memang perlu untuk meningkatkan efisiensi pembangunan (ekonomi), tapi pengelolaan pasca-nya atau limbahnya harus menjadi perhatian serius,” katanya.

Hanif menyoroti pentingnya produsen kemasan untuk mempertimbangkan tipe, ukuran, serta mekanisme penarikan kembali plastik dari pasar. Ia mengungkap, secara global, hanya 10 persen polusi plastik yang berhasil ditangani, sementara sisanya mencemari lingkungan.

"End Plastic Pollution saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Karena hampir sebagian besar (plastik) berakhir di alam," katanya.

Di Indonesia sendiri, data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023 mencatat total timbulan sampah mencapai 56,6 juta ton, di mana sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20 persen adalah sampah plastik. Hanya 39,01 persen yang terkelola secara layak, sementara sisanya berakhir di TPA open dumping , dibakar terbuka, atau mencemari lingkungan.

Sisanya yang 60 persen berada di alam, di badan-badan lingkungan yang kemudian menjadi mikroplastik karena terkena tekanan genetik dari angin dan seterusnya perubahan ini sudah kecil-kecil menjadi mikroplastik, kemudian masuk ke (tubuh) kita.

Oleh karena itu, Hanif menyebut bahwa saat ini hampir semua orang diproyeksikan telah mengandung mikroplastik dalam tubuhnya. "Sehingga menjadi simbol yang memperparah dari krisis ini. Dunia berpikir bahwa ini harus ditangani dengan serius, perlu kerja sama," tegasnya.

Pada Agustus mendatang, Indonesia akan hadir dalam forum INC-5.2 di Jenewa, Swiss, perundingan terakhir penyusunan konvensi global yang mengikat secara hukum untuk menghentikan polusi plastik. "Ini langkah-langkah diplomasi, langkah-langkah negosiasi telah berjalan. Jadi hari ini kita mengirim tim ke Oslo (Norwegia) untuk pra-INC untuk merumuskan langkah-langkah tegas,"

Hanif mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau dan menjadi produsen sampah plastik nomor empat terbesar di dunia. Ia menyebut efisiensi kemasan masih sangat dibutuhkan masyarakat sehingga sistem penanganan limbah plastik menjadi tantangan utama.

Untuk itu, pemerintah menyusun langkah konkret dengan menginstruksikan seluruh kepala daerah, mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur, untuk melakukan review kebijakan dan menyusun langkah seragam dalam menangani sampah plastik. "Supaya ada langkah yang seragam di dalam rangka penanganan sampah plastik itu," ujar Hanif.

Baca juga :

No comments

Post a Comment

Punya pertanyaan, saran, atau kritik seputar topik ini? Yuk, tulis di kolom komentar, aku tunggu tanggapanmu!

to Top