Latar waktu film ini adalah perang dunia 2, ketika Amerika menyerang Jepang. Jika Amerika selama ini sering memproduksi film-film perang, menciptakan tokoh Rambo, tentara-tentara yang berpengalaman, dengan akhir dramatis-bahagia, maka film ini melawannya dengan menciptakan cerita dari pihak korban. Di sinilah seorang seniman memang harus kreatif mencari dan menggali sudut pandang yang tak terpikirkan banyak orang.
Jangan Terlalu Berharap Pada Keluarga. Tidak Selalu Keluarga Itu Baik
Saat perang terjadi, Ibu Seita meninggal dunia akibat luka yang parah. Seita pun memutuskan untuk tinggal bersama bibinya. Semua makanan yang dimiliki Seita telah habis dimakan olehnya dan terutama keluarga bibinya. Kimono peninggalan Ibunya pun telah dijual oleh bibinya. Saat Seita sudah tak punya apa-apa, keadaan dirumah bibinya mulai memburuk. Lama kelamaan bibinya mulai menunjukkan sikap tak sukanya pada Seita dan Setsuko. Hingga suatu saat Seita memutuskan untuk pergi dari rumah bibinya.
Kesimpulannya, bibi Seita hanya menampungnya dan juga Setsuko karena Seita memiliki makanan yang sangat sulit didapatkan di zaman perang. Selain itu kimono peninggalan ibunya masih kelihatan bagus, sehingga bisa dijual. Bisa dikatakan bahwa bibinya hanya memanfaatkan Seita saja. Terkadang, hal ini pun bisa terjadi disekitar kita. Banyak orang yang berpura-pura dekat dengan mengatasnamakan keluarga. Namun, makna keluarga itu sendiri tak sungguh-sungguh mereka resapi. Yang penting adalah mereka bisa mendapatkan apa yang mereka mau.
Hidup Dizaman Perang Itu Susah
Hal ini tergambar jelas dalam ceritanya. Banyak keluarga yang terpisah akibat peperangan. Rumah-rumah banyak yang dibumi hanguskan. Makanan dan air bersih menjadi sangat sulit didapatkan. Akibatnya banyak anak-anak yang meninggal karena malnutrisi, salah satunya adalah Setsuko. Hal ini tentunya kontas dengan kehidupan modern saat ini. Kebanyakan anak-anak masih bisa mendapatkan makanan dan air bersih, masih bisa bersekolah dan tinggal dirumah yang nyaman.
Manusia Selalu Tak Menyadari Bahwa Mereka Telah Menjadi Kejam
Adegan pembuka dalam Grave of the Fireflies menggambarkan realita kehidupan saat itu. Dimana banyak orang meninggal di stasiun kereta api. Mereka kurus dan pakaian mereka lusuh. Salah satunya adalah Seita. Orang-orang yang berlalu lalang disekitar stasiun hanya bisa mengumbar kata-kata tak simpatik pada mereka. Mereka seolah tak peduli saat itu ada orang lain yang kesusahan. Hal ini tak jauh berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh Bibinya. Ia tega mengusir (secara tak langsung) Seita dan Setsuko yang saat itu sudah yatim-piatu. Terkadang, manusia memang buta akan penderitaan orang lain.
Kekejaman perang dalam film ini tidak diperlihatkan dalam bentuk aksi-aksi brutal atau pun adegan tembak menembak, tetapi diperlihatkan dengan kehidupan manusianya yang menjadi sengsara akibat adanya perang. Perang hanya membuat manusia sengsara, dari pihak yang menang atau pun dari pihak yang kalah. Tidak ada yang namanya kebahagiaan setelah perang berakhir. Semua manusia mengalami kerugian. semoga di kedepan harinya, tidak ada lagi perang di dunia ini. Hidup damai dan semua orang berbahagia..
No comments
Post a Comment
Punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan. hyu isi koment dibawah.